Istilah Prostitusi berasal dari bahasa Inggris yaitu Prostitute/ Prostitution yang bermakna pelacuran, perempuan jalang, atau hidup sebagai perempuan jalang. Namun dalam persepsi masyarakat, prostitusi diartiakan sebagai tindakan menjual diri pada laki laki untuk memuaskan nafsu biologis mereka (Koentjoro 2004).
Secara istilah, prostitusi atau yang kerap disebut dengan pelacuran merupakan praktek melakukan hubungan seksual dengan ketidak pedulian emosional yang labil dan didasarkan pada pembayaran. Di mana dalam prakteknya melibatkan peran dari pelacur, mucikari atau germo, dan pelanggan lewan transaksi yang biasa berbentuk konvensional maupun dengan penerapan teknologi.
Dalam Islam, prostitusi disebut dengan “zina” yang mana Islam telah mengatur pembukuan syariatnya dalam Fiqih dalam Bab Huduud jauh sebelum penyakit kelamin diketahui maupun Negara di dunia ini mengatur tentang prostitusi / seks bebas.
Prostitusi dianggap sebagai sisa-sisa dari promiskuitas ( merupakan hubungan yang tidak terkendali dalam melakukan hubungan seks
dengan pasangan mana saja dan dalam jumlah yang banyak) yang mana merupakan tindakan amoral yang merendahkan martabat wanita . Sementara pernikahan merupakan suatu penyatuan sifat sifat yang luhur .
Jika di telusuri, prostitusi di Jawa berawal dari kehidupan para Raja yang berkuasa atas wilayah, harta, hingga budak dan nyawa mereka. Soejdono menyimpulkan bahwa prostitusi dilatar belakangi oleh factor ekonomi yang kekurangan sehingga iming iming keuntungan finansial yang besar melebihi gaji karyawan, sosiologis, psikologis, malas bekerja hingga penyimpangan biologis seperti maniak seks.
Secara umum, kejahatan prostitusi diatuur pada Buku II KUHP Bab XIV tentang Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Buku III KUHP Bab II tentang Pelanggaran Ketertiban Umum dan UU No 11 tahun 2008 Pasal 27 Ayat 1 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang berujung pada pemidanaan maupun rehabilitasi.
Secara Islam, pelaku zina merupakan pelanggaran berat pada syariat Islam yang mana dibagi menjadi dua golongan.
1. Muchshon (pelaku yang: baligh, berakal, merdeka, pernah beruubungan suami istri dalam pernikahan yang sah)
2. Ghoiru Muchshon (pelaku yang: sama seperti muchshon namun belum pernah berhubungan intim)
Pelaku yang telah mendapat kesaksiaan zina muchshon akan mendapat hukuman rajam, dan ghoiru muchshon didera (dijilid) seratus kali dan kemudian diasingkan sejauh masafah diperbolehkan meng-qoshor sholat (+- 90km).
Dalam lingkup social, pelaku prostitusi hanya dianggap sebagai penyakit masyarakat disamping penyebar penularan penyakit kelamin yang mengakibatkan suatu wilayah (desa) tersebut tercemar nama baiknya. Sehingga pelacur akan dicemooh hingga berujung pengusiran terhadap dirinya. Padahal dalam realitanya, tindak prostitusi merupakan tindak perusakan moral yang dampaknya akan mewabah besar di kemudian hari.
Artikel keren lainnya:
evobanner
Belum ada tanggapan untuk "Prostitusi Harus Dibrantas, Ini Alasannya."
Post a Comment