Beranda · Site Map · Artikel · Kontak

Kepemimpinan dalam Islam

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُواْ أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ
 بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لاَ تَعْلَمُونَ (30)

"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi. "Mereka berkata, Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu? "Dia berfirman, "Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

(Q.S. Al-Baqarah: 30)

            Dalam firman Allah SWT pun sudah jelas bahwa manusia sudah jauh-jauh hari telah ter’nas’ dalam Al Qur’an bahwasanya manusia tercipta sebagai pemimpin di bumi ini. Lantas bagaimana sosok pemimpin yang sesuai dengan Al Qur’an maupun As Sunnah?,
menelik pada realitanya saja pemimpin sekarang telah banyak mengalami gradasi moral dan jauh dari koridor 
islami. Lantas bagaimana masyarakat yang dipimpinnya agar menjadi masyarakat madani sehingga dapat mempunyai prospek masa depan yang cerah?

Terlepas dari semua itu, masyarakat madani merupakan masyarakat ideal yang memiliki peradaban maju dan sistem sosial yang subur yang diasaskan kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat, yaitu masyarakat yang cenderung memiliki usaha serta inisiatif individu baik dari segi pemikiran seni, pelaksanaan pemerintahan untuk mengikuti undang-undang bukan nafsu, demi terlaksananya sistem yang transparan.[1]

            Untuk merealisasikan masyarakan yang makmur dan sejahtera atau dalam istilah lain yaitu masyarakat madani, pastilah harus dijumpai pemimpin  masyarakat yang mau mendengarkan jeritan dari ‘kawula cilik’. Toh asal muasal dari sang pemimpin pun juga tak lepas dari partisipasi aktif dari masyarakat yang telahberperan dalam  memilihnya sehingga dapat  menjadi wakil-wakil mereka. Namun apa daya jika suatu demokrasi yang hanya dimenangkan oleh politik uang ? bisa jadi masyarakat madani merupakan angan semata, bak kacang yang lupa dengan kulitnya. Para pemimpin lupa akan tugas yang telah diembankan pada mereka, bahkan berimbas pada penindasan dan pemberontakan pada pemerintah.


            Maka dari itu untuk menuju pada masyarakat yang madani, kita perlu mengaca pada corak pemilihan dan kepemimpinan pada masa Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq. Dimana beliau merupakan kali pertama sebagai peimpin (Khalifah) yang terpilih secara demokrasi langsung. Setelah perseturuan antara Muhajirin dan Anshor saling mengedepankan kaum mereka (ibarat Parpol) untuk mengusung kandidat sebagai pengganti nabi (dalam pemerintahan), maka disisi lain para kandidat mereka berbalik membai’at Abu Bakar sebagai Khalifah. Pemilihan mereka tentu bukan tanpa didasari suatu alasan apapun yang berarti, melainkan atas dasar beliau merupakan orang yang lebih faqqih (pintar dalam fikih), juga keadilan, kebijaksanaan, kedermawanan, dan ketaatan beliau kepada Allah dan Rosulullah lah yang melatar belakangi terpilihnya As Shiddiq. Hal inilah yang perlu kita contoh dalam mengambil suara untuk para calon pemimpin kita kelak, agar tercapainya masyarakat islam yang madani.


              Di sinilah peran pemimpin umat yang islami, yang akan menjadi tolak ukur kepribadian suatu masyarakat yang dipimpinnya dalam pandangan bangsa lain hingga suatu masyarakat tersebut akan tergolong baik jika baik pula pemimpinnya. Perintah  dan  perbuatan positifnya juga akan ditaati dan akan menjadi teladan dalam keseharian mereka.  


            Dalam janji Allah menyatakan bahwa jika selagi suatu daerah masih menjunjung tinggi Al Quran dan As Sunnah sebagai pedoman dalam keseharian, dalam arti tak menyimpang dengan norma yang terkandung didalamnya, maka suatu masyarakat yang madani pun juga akan tercapai. Maka dari itu program program calon pemimpin juga harus kita pertimbangkan agar apa yang akan menjadi progja kedepan tak akan menyimpang dari aturan syara’.

            Maka dari itu, dalam upaya kita dalam memilih pemimpin janganlah sesekali tergoda untuk menukar hak pilih kita dengan lembaran bernominal untuk memilih pemimpin yang salah dalam periode ke depan. Hanya pemimpin yang bermoral dan kuat keyakinannya pada agamalah (islami) yang akan membawa masyarakatnya pada kemakmuran yang penuh limpahan ridha Allah SWT.




Artikel keren lainnya:

Powered by Blogger.